Pers di Tengah Gegap Gempita Pemilu



Setiap Pemilu – di belahan negara manapun – pers adalah sosok yang paling disorot. Bisa dimaklumi, pers merupakan entitas bisnis yang bekerja untuk publik. Pada tataran paling ideal, pers bekerja untuk rakyat bukan untuk pemodal. Namun hal ini kerap dilanggar bahkan dilupakan.
Pertanyaannya, bisakah pers leboh objektif? Kita tentu tak membicarakan pers yang netral. Netralitas pers hanyalah utopia dan keberpihakan pers adalah realitas. Dalam suasana Pemilu – untuk menjadi pers yang objektif – setidaknya media massa haru kembali kepada fungsinya: informasi, pendidikan, hiburan, dan tentu saja watch dog.
Dalam Pemilu, pers harus menjadi anjing penjaga yang galak terhadap penyelenggaraan Pemilu namun bukan dalam konteks partisan atau membela kontestan. Ia harus awas terhadap dugaan-dugaan pelanggaran Pemilu. Baik dari sisi kontestan maupun penyelenggara.
Pers juga harus melakukan pendidikan politik, dengan memperbanyak memberitakan visi dan misi para kontestan. Bukan malah jadi pengipas bara perselisihan, memberitakan gimmick Pemilu dan melupakan subtansi. Pesr jangan sampai terjebak isu recehan yang menguntungkan salah satu kontestan.
Lalu apa bekalnya? Setiap wartawan peliput Pemilu harus memahami di luar kepala mengenai UU Pemilu dan berbagai macam aturan yang dikeluarkan oleh KPU. Pers juga tidak haram memberi solusi agar kotak suara aman dan sampai di lokasi pemilihan dengan tepat waktu.
Namun pada praktiknya tak semuanya bisa dilaksanakan oleh pers dengan baik. Justru dalam tahun politik, media sibuk dengan memberitakan sisi konflik untuk meningkatkan rating dan oplah. Padahal tanggung jawab pers dalam Pemilu kelewat besar, yakni jangan sampai memberikan kendali republik ini kepada pihak yang salah.
Justru, di tahun politik ini pers memiliki kesempatan besar untuk mengoreksi perjalanan lima tahun petahana. Baik dari sisi maupun keberhasilan. Ia jug aharus membuka ruang bagi petahana menyuarakan perbaikan-perbaikan. Sementara bagi penantang petahana, pers juga memberikan ruang pada koreksi dan harapan baru. Dengan demikian masyarakat bisa berpikir dengan jernih untuk memilih.
Pers tak elok, bila membuat oposisi seolah-olah makhluk dari dunia lain yang aneh (alienasi), karena akan menggoyang status quo petahana. Maka sangat disayangkan bila pers menutup kebaikan kontestan dan mengeksplorasi habis-habisan kontestan tertentu.
Sebagai tiang keempat demokrasi, pers harus menjaga bagaimana mekanisme ini berjalan dengan baik, agar menghasilkan pemimpin yang baik. Mereka akan bekerja atas nama rakyat dan mendapat banyak bimbingan dari Allah, karena berusaha untuk bersikap adil kepada seluruh makhluk hidup.
Ludhy Cahyana, Ketua Departemen KIM DPP LDII

Post a Comment

Previous Post Next Post